Halaman
- Beranda
- Distribusi Cairan Dan Elektrolit
- Proporsi cairn dan elektrolit dalam tubuh
- Regulasi dan Homeostasis dalam Tubuh
- Kos Ucik Dian Husada
- Perpustakaan Ucik Dian Husada Tercinta
- Laboratorium Ucik Dian Husada
- Kampus Ucik Dian Husada5
- Kelas Ucik Dian Husada
- Huknah/ Enema DH
- Huknah/ Enema DH
- Huknah / Enema DH
Jumat, 31 Mei 2013
Rabu, 15 Mei 2013
Menghitung Balance Cairan
Rumus Balance Cairan
Inteake / cairan masuk = Output / cairan keluar + IWL (Insensible Water Loss)
Intake / Cairan Masuk : mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat yang di drip, albumin dll.
Intake / Cairan Masuk : mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat yang di drip, albumin dll.
Output / Cairan keluar : urine dalam 24 jam, jika
pasien dipasang kateter maka hitung dalam ukuran di urobag, jka tidak
terpasang maka pasien harus menampung urinenya sendiri, biasanya
ditampung di botol air mineral dengan ukuran 1,5 liter, kemudian feses.
IWL (insensible water loss(IWL) : jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit diitung, yaitu jumlah keringat, uap hawa nafa.
RUMUS IWL
IWL = (15 x BB )
24 jam
Cth: Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37⁰C (suhu normal)
IWL = (15 x 60 ) = 37,5 cc/jam
24 jam
*kalo dlm 24 jam —-> 37,5 x 24 = 900cc/24 jam
*Rumus IWL Kenaikan Suhu
[(10% x CM)x jumlah kenaikan suhu] + IWL normal
24 jam
Cth: Tn.A BB 60kg, suhu= 39⁰C, CM= 200cc
IWL = [(10%x200)x(39⁰C-37⁰C)] + 37,5cc
24 jam
= (20×2) + 37,5cc
24
= 1,7 + 37,5 = 39cc/jam
*CM : Cairan Masuk
Menghitung balance cairan seseorang harus diperhatikan berbagai
faktor, diantaranya Berat Badan dan Umur..karena penghitungannya antara
usia anak dengan dewasa berbeda.
Menghitung balance cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake cairan dan mana yang output cairan. Berdasarkan kutipan dari Iwasa M. Kogoshi S (1995) Fluid Therapy do (PT. Otsuka Indonesia) penghitungan wajib per 24 jam bukan pershift.
Menghitung balance cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake cairan dan mana yang output cairan. Berdasarkan kutipan dari Iwasa M. Kogoshi S (1995) Fluid Therapy do (PT. Otsuka Indonesia) penghitungan wajib per 24 jam bukan pershift.
PENGHITUNGAN BALANCE CAIRAN UNTUK DEWASA
Input cairan: Air (makan+Minum) = ……cc
Cairan Infus = ……cc
Therapi injeksi = ……cc
Air Metabolisme = ……cc (Hitung AM= 5 cc/kgBB/hari)
Input cairan: Air (makan+Minum) = ……cc
Cairan Infus = ……cc
Therapi injeksi = ……cc
Air Metabolisme = ……cc (Hitung AM= 5 cc/kgBB/hari)
Output cairan: Urine = ……cc
Feses = …..cc (kondisi normal 1 BAB feses = 100 cc)
Muntah/perdarahan
cairan drainage luka/
cairan NGT terbuka = …..cc
IWL = …..cc (hitung IWL= 15 cc/kgBB/hari)
(Insensible Water Loss)
Feses = …..cc (kondisi normal 1 BAB feses = 100 cc)
Muntah/perdarahan
cairan drainage luka/
cairan NGT terbuka = …..cc
IWL = …..cc (hitung IWL= 15 cc/kgBB/hari)
(Insensible Water Loss)
Contoh Kasus:
Tn Y (35 tahun) , BB 60 Kg; dirawat dengan post op Laparatomi hari
kedua..akibat appendix perforasi, Keadaan umum masih lemah, kesadaran
composmentis..Vital sign TD: 110/70 mmHg; HR 88 x/menit; RR 20 x/menit, T
37 °C: masih dipuasakan, saat ini terpasang NGT terbuka cairan berwarna
kuning kehijauan sebanyak 200 cc; pada daerah luka incici operasi
terpasang drainage berwarna merah sebanyak 100 cc, Infus terpasang
Dextrose 5% drip Antrain 1 ampul /kolf : 2000 cc/24 jam., terpasang
catheter urine dengan jumlah urine 1700 cc, dan mendapat tranfusi WB 300
cc; mendapat antibiotik Cefat 2 x 1 gram yg didripkan dalam NaCl 50 cc
setiap kali pemberian, Hitung balance cairan Tn Y!
Input Cairan: Infus = 2000 cc
Tranfusi WB = 300 cc
Obat injeksi = 100 cc
AM = 300 cc (5 cc x 60 kg) +
———————————————
2700 cc
Output cairan: Drainage = 100 cc
NGT = 200 cc
Urine = 1700 cc
IWL = 900 cc (15 cc x 60 kg) +
———————————————-
2900 cc
Jadi Balance cairan Tn Y dalam 24 jam : Intake cairan – output cairan
2700 cc – 2900 cc
- 200 cc.
Urine = 1700 cc
IWL = 900 cc (15 cc x 60 kg) +
———————————————-
2900 cc
Jadi Balance cairan Tn Y dalam 24 jam : Intake cairan – output cairan
2700 cc – 2900 cc
- 200 cc.
Bagaimana jika ada kenaikan suhu? maka untuk menghitung output terutama IWL gunakan rumus :
IWL + 200 (suhu tinggi – 36,8 .°C), nilai 36,8 °C adalah konstanta
Andaikan suhu Tn Y adalah 38,5 °C, berapakah Balance cairannya?
IWL + 200 (suhu tinggi – 36,8 .°C), nilai 36,8 °C adalah konstanta
Andaikan suhu Tn Y adalah 38,5 °C, berapakah Balance cairannya?
berarti nilai IWl Tn Y= 900 + 200 (38,5 °C – 36,8 .°C)
= 900 + 200 (1,7)
= 900 + 340 cc
= 1240 cc
Masukkan nilai IWL kondisi suhu tinggi dalam penjumlahan kelompok Output :
Drainage = 100 cc
NGT = 200 cc
Urine = 1700 cc
IWL = 1240 cc +
————————–
3240 cc
Jadi Balance cairannya dalam kondisi suhu febris pada Tn Y adalah : 2700 cc – 3240 cc = -540 cc
= 900 + 200 (1,7)
= 900 + 340 cc
= 1240 cc
Masukkan nilai IWL kondisi suhu tinggi dalam penjumlahan kelompok Output :
Drainage = 100 cc
NGT = 200 cc
Urine = 1700 cc
IWL = 1240 cc +
————————–
3240 cc
Jadi Balance cairannya dalam kondisi suhu febris pada Tn Y adalah : 2700 cc – 3240 cc = -540 cc
Menghitung Balance cairan anak tergantung tahap umur, untuk menentukan Air Metabolisme, menurut Iwasa M, Kogoshi S dalam Fluid Tehrapy Bunko do (1995) dari PT. Otsuka Indonesia yaitu:
Usia Balita (1 – 3 tahun) : 8 cc/kgBB/hari
Usia 5 – 7 tahun : 8 – 8,5 cc/kgBB/hari
Usia 7 – 11 tahun : 6 – 7 cc/kgBB/hari
Usia 12 – 14 tahun : 5 – 6 cc/kgBB/hari
Untuk IWL (Insensible Water Loss) pada anak = (30 – usia anak dalam tahun) x cc/kgBB/hari
Jika anak mengompol menghitung urine 0,5 cc – 1 cc/kgBB/hari
CONTOH :
An X (3 tahun) BB 14 Kg, dirawata hari ke dua dengan DBD, keluhan
pasien menurut ibunya: “rewel, tidak nafsu makan; malas minum, badannya
masih hangat; gusinya tadi malam berdarah” Berdasarkan pemeriksaan fisik
didapat data: Keadaan umum terlihat lemah, kesadaran composmentis, TTV:
HR 100 x/menit; T 37,3 °C; petechie di kedua tungkai kaki, Makan /24
jam hanya 6 sendok makan, Minum/24 jam 1000 cc; BAK/24 jam : 1000 cc,
mendapat Infus Asering 1000 cc/24 jam. Hasil pemeriksaan lab Tr
terakhir: 50.000. Hitunglah balance cairan anak ini!
Input cairan: Minum : 1000 cc
Infus : 1000 cc
AM : 112 cc + (8 cc x 14 kg)
————————-
2112 cc
Out put cairan: Muntah : 100 cc
Urin : 1000 cc
IWL : 378 cc + (30-3 tahun) x 14 kg
—————————–
1478 cc
Balance cairan = Intake cairan – Output Cairam
2112 cc – 1478 cc
+ 634 cc
Sekarang hitung balance cairannya jika suhu An x 39,8 °C !
yang perlu diperhatikan adalah penghitungan IWL pada kenaikan suhu gunakan rumus:
IWL + 200 ( Suhu Tinggi – 36,8 °C) 36,8 °C adalah konstanta.
IWL An X = 378 + 200 (39,8 °C – 36,8 °C)
378 + 200 (3)
378 + 600
978 cc
Maka output cairan An X = Muntah : 100 cc
Urin : 1000 cc
IWL : 978 cc +
————————-
2078 cc
Jadi Balance cairannya = 2112 cc – 2078 cc
+ 34 cc.
Faktor yang Berpengaruh pada Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh antara lain :
a.Umur :
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
b.Iklim :
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
c.Diet :
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
d.Stress :
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
c.Diet :
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
d.Stress :
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
e.Kondisi Sakit :
Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh Misalnya :
- Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
- Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake
cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh Misalnya :
- Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
- Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake
cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
f.Tindakan Medis :
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
g.Pengobatgan :
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
h.Pembedahan :
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
h.Pembedahan :
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.
masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
Gangguan Keseimbangan Cairan dan eletrolit tubuh
1. Dehidrasi
2. Syok hipovolemik
Gangguan Keseimbangan Elektrolit
1. Hiponatremia
Definisi : kadar Na+ serum di bawah normal (<>
Causa : CHF, gangguan ginjal dan sindroma nefrotik, hipotiroid, penyakit Addison
Tanda dan Gejala :
- Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa jam, pasien mungkin mual, muntah, sakit kepala dan keram otot.
- Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam satu jam, bisa terjadi sakit kepala hebat, letargi, kejang, disorientasi dan koma.
- Mungkin pasien memiliki tanda-tanda penyakit dasar (seperti gagal jantung, penyakit Addison).
- Jika hiponatremia terjadi sekunder akibat kehilangan cairan, mungkin ada tanda-tanda syok seperti hipotensi dan takikardi.
2. Hipernatremia
Definisi : Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L)
Causa : Kehilangan Na+ melalui ginjal misalnya pada terapi diuretik,
diuresis osmotik, diabetes insipidus, sekrosis tubulus akut, uropati
pasca obstruksi, nefropati hiperkalsemik; atau karena hiperalimentasi
dan pemberian cairan hipertonik lain.
Tanda dan Gejala : iritabilitas otot, bingung, ataksia, tremor, kejang dan koma yang sekunder terhadap hipernatremia.
3. Hipokalemia
Definisi : kadar K+ serum di bawah normal (<>
Etiologi
- Kehilangan K+ melalui saluran cerna (misalnya pada muntah-muntah, sedot nasogastrik, diare, sindrom malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar)
- Diuretik
- Asupan K+ yang tidak cukup dari diet
- Ekskresi berlebihan melalui ginjal
- Maldistribusi K+
- Hiperaldosteron
Tanda dan Gejala : Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin
arefleksia, hipotensi ortostatik, penurunan motilitas saluran cerna yang
menyebabkan ileus. Hiperpolarisasi myokard terjadi pada hipokalemia dan
dapat menyebabkan denyut ektopik ventrikel, reentry phenomena, dan
kelainan konduksi. EKG sering memperlihatkan gelombang T datar,
gelombang U, dan depresi segmen ST.
4. Hiperkalemia
Definisi : kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)
Etiologi :
- Ekskresi renal tidak adekuat; misalnya pada gagal ginjal akut atau kronik, diuretik hemat kalium, penghambat ACE.
- beban kalium dari nekrosis sel yang masif yang disebabkan trauma (crush injuries), pembedahan mayor, luka bakar, emboli arteri akut, hemolisis, perdarahan saluran cerna atau rhabdomyolisis. Sumber eksogen meliputi suplementasi kalium dan pengganti garam, transfusi darah dan penisilin dosis tinggi juga harus dipikirkan.
- Perpindahan dari intra ke ekstraseluler; misalnya pada asidosis, digitalisasi, defisiensi insulin atau peningkatan cepat dari osmolalitas darah.
- Insufisiensi adrenal
- Pseudohiperkalemia. Sekunder terhadap hemolisis sampel darah atau pemasangan torniket terlalu lama
- Hipoaldosteron
Tanda dan Gejala : Efek terpenting adalah perubahan eksitabilitas
jantung. EKG memperlihatkan perubahan-perubahan sekuensial seiring
dengan peninggian kalium serum. Pada permulaan, terlihat gelombang T
runcing (K+ > 6,5 mEq/L). Ini disusul dengan interval PR memanjang,
amplitudo gelombang P mengecil, kompleks QRS melebar (K+ = 7 sampai 8
mEq/L). Akhirnya interval QT memanjang dan menjurus ke pola sine-wave.
Fibrilasi ventrikel dan asistole cenderung terjadi pada K+ > 10
mEq/L. Temuan-temuan lain meliputi parestesi, kelemahan, arefleksia dan
paralisis ascenden.
Penanganan Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
TERAPI CAIRAN
Definisi
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur dalam batas-batas fisiologis.
Indikasi, antara lain:
- Kehilangan cairan tubuh akut
- Kehilangan darah
- Anoreksia
- Kelainan saluran cerna
Prosedur Transfusi Darah
Prosedur Tranfusi Darah
Tranfusi Darah
A. Definisi
Penggantian
darah atau tranfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau
komponen darah seperti plasma, sel darah merah kemasan atau trombosit
melalui IV. Meskipun tranfusi darah penting untuk mengembalikan
homeostasis, tranfusi darah dapat membahayakan. Banyak komplikasi dapat
ditimbulkan oleh terapi komponen darah, contohnya reaksi hemolitik akut
yang kemungkinan mematikan, penularan penyakit infeksi dan reaksi demam.
Kebanyakan reaksi tranfusi yang mengancam hidup diakibatkan oleh
identifikasi pasien yang tidak benar atau pembuatan label darah atau
komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan pemberian darah yang
inkompatibel. Pemantauan pasien yang menerima darah dan komponen darah
dan pemberian produk-produk ini adalah tanggung jawab keperawatan.
Perawat bertanggung jawab untuk mengkaji sebelum dan selama tranfusi
yang dilakukan. Apabila klien sudah terpasang selang IV, perawat harus
mengkaji tempat insersi untuk melihat tanda infeksi atau infilrasi.
Perawat
harus memastikan bahwa kateter yang dipakai klien menggunakan kateter
ukuran besar (18-19). Komponen darah harus diberikan oleh personel yang
kompeten, berpengalaman dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
B. Tujuan
- Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma atau perdarahan
- Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien yang mengalami anemia berat.
- Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi pengganti (misal : faktor pembekuan plasma untuk membantu mengontrol perdarahan pada klien yang menderita hemofilia)
C. Golongan dan Tipe Darah
Darah
tersusun dari beberapa unsur yang mempunyai peran utama dalam terapi
tranfusi darah. Komponen ini meliputi antigen, antibody, tipe Rh, dan
antigen HLA. Antigen adalah zat yang mendatangkan respon imun spesifik
bila terjadi kontak dengan benda asing. Sistem imun tubuh berespon
dengan memproduksi antibody untuk memusnahkan penyerang. Reaksi Antigen
(Ag) dan Antibodi (AB) ini diperlihatkan dengan aglutinasi atau
hemolisis. Antibodi dalam serum berespon terhadap antigen penyerang
dengan mengelompokkan sel-sel darah merah bersama-sama dan menjadikan
mereka tidak efektif atau memusnahkan sel darah merah. Sistem
penggolongan darah didasarkan pada reaksi Ag-AB yang menentukan
kompabilitas darah.
Golongan
darah yang paling penting untuk tranfusi darah ialah sistem ABO, yang
meliputi golongan berikut: A, B, O, AB. Penetapan penggolongan darah
didasarkan pada ada tidaknya antigen sel darah merah A dan B.
Individu-individu dengan golongan darah A mempunyai antigen A yang
terdapat pada sel darah merah; individu dengan golongan darah B
mempunyai antigen B, dan individu dengan golongan darah O tidak
mempunyai kedua antigen tersebut.
Aglutinin, atau antibody yang bekerja melawan antigen A dan B, disebut agglutinin anti A dan agglutinin anti B. Aglutinin ini terjadi secara alami. Individu dengan golongan darah A
memproduksi aglutinin anti B di dalam plasmanya secara alami. Begitu juga dengan individu dengan golongan darah B, akan memproduksi agglutinin anti A di dalam plasma secara alami. Individu dengan golongan darah O secara alami memproduksi kedua aglutinin tersebut, inilah sebabnya individu dengan golongan darah O disebut sebagai donor universal. Individu golongan AB juga menghasilkan antibodi AB, oleh karena itu individu dengan golongan AB disebut resipien universal. Bila darah yang ditranfusikan tidak sesuai, maka akan timbul reaksi tranfusi.
memproduksi aglutinin anti B di dalam plasmanya secara alami. Begitu juga dengan individu dengan golongan darah B, akan memproduksi agglutinin anti A di dalam plasma secara alami. Individu dengan golongan darah O secara alami memproduksi kedua aglutinin tersebut, inilah sebabnya individu dengan golongan darah O disebut sebagai donor universal. Individu golongan AB juga menghasilkan antibodi AB, oleh karena itu individu dengan golongan AB disebut resipien universal. Bila darah yang ditranfusikan tidak sesuai, maka akan timbul reaksi tranfusi.
Setelah
system ABO, tipe Rh merupakan kelompok antigen sel darah merah dengan
kepentingan klinis besar. Tidak seperti anti-A dan anti-B, yang terjadi
pada individu normal dan tidak diimunisasi, antibody Rh tidak terbentuk
tanpa stimulasi imunisasi. Individu dengan antibodi D disebut Rh
positif, sedangkan yang tidak memiliki antibodi D disebut Rh negatif,
tidak menjadi soal apakah ada antibodi Rh lainnya. Antibody D dapat
menyebabkan destruksi sel darah merah, seperti dalam kasus reaksi
tranfusi hemolitik lambat.
Penggolongan darah mengidentifikasi penggolonga ABO dan Rh dalam donor darah. Pencocoksilangan (crossmatching) kemudian menentukan kompatibilitas ABO dan Rh adalah penting dalam pemberian terapi tranfusi darah.
System
HLA merupakan komponen berikutnya untuk dipertimbangkan dalam pemberian
tranfusi. System HLA didasarkan pada antigen yang terdapat dalam
leukosit, trombosit dan sel-sel lainnya. Penggolongan dan
pencocoksilangan HLA kadang-kadang diperlukan sebelum tranfusi trombosit
diulangi.
D. Indikasi
- Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau penyakit kelainan darah).
- Pasien dengan syok hemoragi.
E. Macam-macam Komponen Darah
§ Darah lengkap (whole blood)
Tranfusi
darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif,
meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap
diberikan dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Infuskan selama 2
sampai 3 jam, maksimum 4 jam/unit. Dosis pada pediatrik rata-rata 20
ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi. Bisanya
tersedia dalam volume 400-500 ml dengan masa hidup 21 hari. Hindari
memberikan tranfusi saat klien tidak dapat menoleransi masalah
sirkulasi. Hangatkan darah jika akan diberikan dalam jumlah besar.
Indikasi:
1. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar
2. Klien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25 persen dari volume darah total
§ Packed Red Blood cells (RBCs)
Komponen
ini mengandung sel darah merah, SDP, dan trombosit karena sebagian
plasma telah dihilangkan (80 %). Tersedia volume 250 ml. Diberikan
selama 2 sampai 4 jam, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui.
Hindari menggunakan komponen ini untuk anemia yang mendapat terapi
nutrisi dan obat. Masa hidup komponen ini 21 hari.
Indikasi :
1. Pasien dengan kadar Hb rendah
2. Pasien anemia karena kehilangan darah saat pembedahan
3. Pasien dengan massa sel darah merah rendah
§ White Blood Cells (WBC atau leukosit)
Komponen
ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti RBCs, plasma
dihilangkan 80 % , biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam
pemberian perlu diketahui golongan darah ABO dan sistem Rh. Apabila
diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan antipiretik, karena komponen
ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk pencegahan infeksi, berikan
tranfusi dan disambung dengan antibiotik.
Indikasi :
1. Pasien
sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien
dengan kultur darah positif, demam persisten /38,3° C dan
granulositopenia)
§ Leukosit –poor RBCs
Komponen
ini sama dengan RBCs, tapi leukosit dihilangkan sampai 95 %, digunakan
bila kelebihan plasma dan antibody tidak dibutuhkan. Komponen ini
tersedia dalam volume 200 ml, waktu pemberian 1 ½ sampai 4 jam.
Indikasi:
1. Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise)
§ Platelet/trombosit
Komponen
ini biasanya digunakan untuk mengobati kelainan perdarahan atau jumlah
trombosit yang rendah. Volume bervariasi biasanya 35-50 ml/unit, untuk
pemberian biasanya memerlukan beberapa kantong. Komponen ini diberikan
secara cepat. Hindari pemberian trombosit jika klien sedang demam.
Klien
dengan riwayat reaksi tranfusi trombosit, berikan premedikasi
antipiretik dan antihistamin. Shelf life umumnya 6 sampai 72 jam
tergantung pada kebijakan
pusat di mana trombosit tersebut didapatkan. Periksa hitung trombosit pada 1 dan 24 jam setelah pemberian.
pusat di mana trombosit tersebut didapatkan. Periksa hitung trombosit pada 1 dan 24 jam setelah pemberian.
Indikasi:
1. Pasien dengan trombositopenia (karena penurunan trombosit, peningkatan pemecahan trombosit
2. Pasien dengan leukemia dan marrow aplasia
§ Fresh Frozen Plasma (FFP)
Komponen
ini digunakan untuk memperbaiki dan menjaga volume akibat kehilangan
darah akut. Komponen ini mengandung semua faktor pembekuan darah (factor
V, VIII, dan IX). Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP
dalam jumlah besar diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam
sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Shelf life 12 bulan jika dibekukan
dan 6 jam jika sudah mencair. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah
ABO dan system Rh.
Indikasi:
1. Pencegahan perdarahan postoperasi dan syok
2. Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa ditentukan
3. Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan.
§ Albumin 5 % dan albumin 25 %
Komponen
ini terdiri dari plasma protein, digunakan sebagai ekspander darah dan
pengganti protein. Komponen ini dapat diberikan melalui piggybag. Volume
yang diberikan bervariasi tergantung kebutuhan pasien. Hindarkan untuk
mencampur albumin dengan protein hydrolysate dan larutan alkohol.
Indikasi :
1. Pasien yang mengalami syok karena luka bakar, trauma, pembedahan atau infeksi
2. Terapi hyponatremi
Pertimbangan Pediatrik dan Gerontik
§ Pediatrik
1. Pada anak-anak, 50 ml darah pertama harus diinfuskan lebih dari 30 menit.
Bila tidak ada reaksi terjadi, kecepatan aliran ditingkatkan dengan sesuai untuk menginfuskan sisa 275 ml lebih dari periode 2 jam
Bila tidak ada reaksi terjadi, kecepatan aliran ditingkatkan dengan sesuai untuk menginfuskan sisa 275 ml lebih dari periode 2 jam
2. Darah
untuk bayi baru lahir dicocok silangkan dengan serum ibu karena mungkin
mempunyai antibody lebih dari bayi tersebut dan memungkinkan
identifikasi yang lebih mudah tentang inkompabilitas
3. Dosis untuk anak-anak bervariasi menurut umur dan berat badan (hitung dosis dalam milliliter per kilogram berat badan)
4. Tranfusi
sel darah merah memerlukan waktu infus yang ketat (untuk mempermudah
deteksi dini reaksi hemolitik yang mungkin terjadi)
5. Penggunaan penghangat darah mencegah hipotermi yang menimbulkan disritmia
6. Gunakan pompa infus elektronik untuk memantau dan mengontrol akurasi
kecepatan tetesan
kecepatan tetesan
7. Gunakan vena umbilikalis pada bayi baru lahir sebagai tempat akses vena
8. Tranfusi
pada bayi baru lahir hanya boleh dilakukan oleh perawat atau dokter
yang kompeten dan berpengalaman (prosedur ini memerlukan ketrampilan
tingkat tinggi)
9. Tinjau kembali riwayat tranfusi anak
§ Gerontik
1. Riwayat
sebelumnya (anemia dengan gagal sumsum tulang, anemia yang berhubungan
dengan keganasan, perdarahan gastrointestinal kronik, gagal ginjal
kronik)
2. Terdapat kemungkinan bahaya pada jantung, ginjal, dan sistem pernafasan
(atur kecepatan aliran jika klien tidak mampu menoleransi aliran yang telah
ditetapkan), sehingga waktu tranfusi lebih lambat
(atur kecepatan aliran jika klien tidak mampu menoleransi aliran yang telah
ditetapkan), sehingga waktu tranfusi lebih lambat
3. Defisit sensori dapat terjadi (konsultasikan dengan rekam medik atau anggota keluarga terhadap reaksi tranfusi darah sebelumnya)
4. Premedikasi dapat menyebabkan mengantuk
5. Integritas vena mungkin melemah, pastikan kepatenan kateter atau jarum sebelum melakukan tranfusi
G. Efek samping tranfusi
§ Alergi
Penyebab:
1. Alergen di dalam darah yang didonorkan
2. Darah hipersensitif terhadap obat tertentu
Gejala:
Anaphilaksis (dingin, bengkak pada wajah, edema laring, pruritus, urtikaria, wheezing), demam, nausea dan vomit, dyspnea, nyeri dada, cardiac arrest, kolaps sirkulasi
Intervensi:
1. Lambatkan atau hentikan tranfusi
2. Berikkan normal saline
3. Monitor vital sign dan lakukan RJP jika diperlukan
4. Berikan oksigenasi jika diperlukan
5. Monitor reaksi anafilaksis dan jika diindikasikan berikan epineprin dan kortikosteroid
6. Apabila diresepkan, sebelum pemberian tranfusi berikan diphenhidramin
§ Anafilaksis
Penyebab:
Pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah membentuk antibodi IgA
Gejala:
Tidak
ada demam, syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual,
hipotensi, kram abdomen, terjadi dengan cepat setelah pemberian hanya
beberapa milliliter darah atau plasma.
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Lanjutkan pemberian infus normal saline
3. Beritahu dokter dan bank darah
4. Ukur tanda vital tiap 15 menit
5. Berikan ephineprine jika diprogramkan
6. Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) jika diperlukan
Pencegahan:
Tranfusikan
sel darah merah (SDM) yang sudah diproses dengan memisahkan plasma dari
SDM tersebut, gunakan darah dari donor yang menderita defesiensi IgA.
§ Sepsis
Penyebab:
Komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri atau endotoksin.
Gejala:
Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang mencolok, syok
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ambil kultur darah pasien
3. Pantau tanda vital setiap 15 menit
4. Berikan antibiotik, cairan IV, vasoreseptor dan steroid sesuai program
Pencegahan:
Jaga darah sejak dari donasi sampai pemberian
§ Urtikaria
Penyebab:
Alergi terhadap produk yang dapat larut dalam plasma donor
Gejala:
Eritema lokal, gatal dan berbintik-bintik, biasanya tanpa demam
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ukur vital sign tiap 15 menit
3. Berikan antihistamin sesuai program
4. Tranfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagi
Pencegahan:
Berikan antihistamin sebelum dan selama pemberian tranfusi
§ Kelebihan sirkulasi
Penyebab:
Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu cepat
Gejala:
Dyspnea,
dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala hebat, nadi,
tekanan darah dan pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena
jugularis meningkat
Intervensi:
1. Tinggikan kepala klien
2. Monitor vital sign
3. Perlambat atau hentikan aliran tranfusi sesuai program
4. Berikan morfin, diuretik, dan oksigen sesuai program
Pencegahan:
Kecepatan
pemberian darah atau komponen darah disesuaikan dengan kondisi klien,
berikan komponen SDM bukan darah lengkap, apabila diprogramkan
minimalkan pemberian normal saline yang dipergunakan untuk menjaga
kepatenan IV
§ Hemolitik
Penyebab:
Antibody
dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor, resipien
menjadi tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam
system ABO
Gejala:
Cemas,
nadi, pernafasan dan suhu meningkat, tekanan darah menurun, dyspnea,
mual dan muntah, menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria, perdarahan
abnormal, oliguria, nyeri punggung, syok, ikterus ringan. Hemolitik akut
terjadi bila sedikitnya 10-15 ml darah yang tidak kompatibel telah
diinfuskan, sedangkan reaksi hemolitik lambat dapat terjadi 2 hari atau
lebih setelah tranfusi.
Intervensi:
1. Monitor tekanan darah dan pantau adanya syok
2. Hentikan tranfusi
3. Lanjutkan infus normal saline
4. Pantau keluaran urine untuk melihat adanya oliguria
5. Ambil sample darah dan urine
6. Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah tranfusi, pantau pemeriksaan darah untuk anemia yang berlanjut
Pencegahan:
Identifikasi
klien dengan teliti saat sample darah diambil untuk ditetapkan
golongannya dan saat darah diberikan untuk tranfusi (penyebab paling
sering karena salah mengidentifikasi).
§ Demam Non-Hemolitik
Penyebab:
Antibody anti-HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit dan trombosit yang ditranfusikan.
Gejala:
Demam, flushing, menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise, sakit kepala
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Lanjutkan pemberian normal saline
3. Berikan antipiretik sesuai program
4. Pantau suhu tiap 4 jam
Pencegahan:
Gunakan darah yang mengandung sedikit leukosit (sudah difiltrasi)
§ Hiperkalemia
Penyebab:
Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma sel
Gejala:
Serangan dalam beberapa menit, EKG berubah, gelombang T meninggi dan QRS melebar, kelemahan ekstremitas, nyeri abdominal
§ Hipokalemia
Penyebab:
Berhubungan dengan alkalosis metabolik yang diindikasi oleh sitrat tetapi dapat dipengaruhi oleh alkalosis respiratorik
Gejala:
Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi, poliuria, kelemahan otot, bising usus menurun
§ Hipotermia
Penyebab:
Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin diberikan melalui kateter vena sentral.
Gejala:
Menggigil, hipotensi, aritmia jantung, henti jantung/cardiac arrest
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Hangatkan pasien dengan selimut
3. Ciptakan lingkungan yang hangat untuk pasien
4. Hangatkan darah sebelum ditranfusikan
5. Periksa EKG
Infeksi yang ditularkan melalui tranfusi
§ AIDS
Penyebab:
Darah donor HIV seropositif
Gejala:
Demam, keringat malam, letih, berat badan menurun, adenopati, lesi kulit seropositif terhadap virus HIV
§ Kontaminasi bakteri
Penyebab:
Kontaminasi pada saat penyumbangan atau persiapan, bakteri endotoksin melepaskan endotoksin.
Gejala:
Serangan dalam 2 jam tranfusi (menggigil, demam, nyeri abdomen, syok, hipotensi yang nyata
§ Cytomegalovirus (CMV)
Virus CMV dapat berada pada orang dewasa yang sehat. Pasien-pasien dengan imunosupresi berisiko tinggi tertular CMV
Gejala:
Letih, lemah, adenopati, demam derajat rendah
§ Hepatitis
Hepatitis A dan hepatitis B jarang, penyakit hati kronik lebih umum dengan Hepatitis C daripada hepatitis B
Hepatitis A dan hepatitis B jarang, penyakit hati kronik lebih umum dengan Hepatitis C daripada hepatitis B
Gejala:
Terjadi dalam dalam beberapa minggu sampai bulan setelah tranfusi, mual, muntah, ikterus, malaise, kadar enzim hati tinggi
§ GVHD (Graft versus host desease)
Penyebab:
Limfosit
donor yang normal bereproduksi di dalam tubuh resipien yang mengalami
gangguan kekebalan, limfosit menyerang jaringan resipien karena dianggap
sebagai protein asing.
Gejala:
Demam, ruam kulit, diare, infeksi, gangguan fungsi hati (jaundice, supresi sumsum tulang)
Intervensi:
Berikan metotresat dan kortikosteroid jika diprogramkan
Pencegahan;
Berikan darah yang tidak diradiasi jika diprogramkan, berikan darah yang telah
dicuci dengan saline jika diprogramkan
dicuci dengan saline jika diprogramkan
Manajemen efek tranfusi
Pedoman untuk mengatasi reaksi tranfusi yang dibuat oleh American
Assotiation of Blood Banks adalah:
Assotiation of Blood Banks adalah:
1. Hentikan tranfusi untuk membatasi jumlah darah yang diinfuskan
2. Beritahu dokter
3. Pertahankan jalur IV tetap terbuka dengan infus normal saline
4. Periksa
semua label, formulir, dan identifikasi pasien untuk menentukan apakah
pasien menerima darah atau komponen darah yang benar
5. Segera laporkan reaksi tranfusi yang dicurigai pada petugas bank darah
6. Kirimkan
sample darah yang diperlukan ke bank darah sesegera mungkin,
bersama-sama dengan kantong darah yang telah dihentikan, set pemberian,
larutan IV yang diberikan, dan semua formulir dan label yang
berhubungan.
7. Kirim sampel lainnya (misal urin)
8. Lengkapi laporan institusi atau formulir “reaksi tranfusi yang dicurigai”
9. Peralatan
yang harus disiapkan (obat-obatan seperti: aminophilin, difenhidramin,
hidroklorida, dopamine, epinefrin, heparin, hidrokortison, furosemid,
asetaminofen, aspirin; set oksigenasi; kit kateter foley; botol kultur
darah; cairan IV; selang IV)
J. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Kondisi pasien sebelum ditranfusi
2. Kecocokan darah yang akan dimasukkan
3. Label darah yang akan dimasukkan
4. Golongan darah klien
5. Periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak)
6. Homogenitas (darah bercampur semua atau tidak).
K. Persiapan Pasien
1. Jelaskan prosedur dan tujuan tranfusi yang akan dilakukan
2. Jelaskan
kemungkinan reaksi tranfusi darah yang keungkinan terjadi dan
pentingnya melaporkan reaksi dengan cepat kepada perawat atau dokter
3. Jelaskan kemungkinan reaksi lambat yang mungkin terjadi, anjurkan untuk segera melapor apabila reaksi terjadi
4. Apabila klien sudah dipasang infus, cek apakah set infusnya bisa digunakan untuk pemberian tranfusi
5. Apabila klien belum dipasang infus, lakukan pemasangan dan berikan normal saline terlebih dahulu
6. Pastikan golongan darah pasien sudah teridentifikasi
A. Persiapan Alat
1. Set pemberian darah
2. Kateter besar (18 G atau 19 G)
3. Cairan IV normal saline (NaCl 0,9 %)
4. Set infus darah dengan filter
5. Produk darah yang tepat
6. Sarung tangan sekali pakai
7. Kapas alkohol
8. Plester dan gunting
9. Manset tekanan darah
10. Stetoskope
11. Termometer
12. Format persetujuan pemberian tranfusi yang ditandatangani
13. Bengkok
14. Penghangat darah (jika diperlukan)
B. Prosedur kerja
1. Baca status dan data klien untuk memastikan program tranfusi darah
2. Pastikan bahwa klien telah menandatangani format persertujuan tindakan
3. Cek alat-alat yang akan digunakan
4. Cuci tangan
5. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
6. Perkenalkan nama perawat
7. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
8. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
9. Kaji pernah tidaknya klien menerima tranfusi sebelumnya dan catat reaksi yang timbul, apabila ada
10. Minta klien untuk melaporkan apabila menggigil, sakit kepala, gatal-gatal, atau
ruam dengan segera
ruam dengan segera
11. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
12. Tanyakan keluhan klien saat ini
13. Jaga privasi klien
14. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
15. Periksa tanda vital klien sebelum memulai tranfusi
16. Kenakan sarung tangan sekali pakai
17. Lakukan
pemasangan infuse, apabila belum terpasang dengan menggunakan kateter
berukuran besar ( 18 atau 19 G), apabila sudah terpasang cek apakah set
yang ada bisa digunakan untuk pemberian tranfusi dan cek kepatenan vena
18. Gunakan
selang infus yang memiliki filter di dalam selang (apabila selang infus
masih menggunakan selang infuse yang kecil, ganti dengan selang infus
untuk tranfusi yang ukurannya lebih besar)
19. Gantungkan botol normal saline untuk diberikan setelah pemberian darah selesai
20. Ikuti protokol lembaga dalam mendapatkan produk darah dari bank darah. Minta darah pada saat Anda siap menggunakannya.
21. Bersama
seorang perawat lainnya yang telah memiliki lisensi, identifikasi
produk darah yang akan dimasukkan (periksa etiket kompabilitas yang
menempel pada kantong darah dan informasi pada kantong tersebut; untuk
darah lengkap, periksa golongan darah ABO dan tipe Rh yang terdapat pada
catatan klien; periksa kembali kesesuaian produk darah yang akan
diberikan dengan resep dokter; periksa data kadaluarsa pada kantong
darah; inspeksi darah untuk melihat adanya bekuan darah; tanyakan nama
klien dan periksa tanda pengenal yang dimiliki klien)
22. Mulai
pemberian tranfusi darah (sebelum darah diberikan, berikan dahulu
larutan normal saline; mulai berikan tranfusi secara perlahan diawali
dengan pengisian filter di dalam selang; atur kecepatan sampai 2
ml/menit untuk 15 menit pertama dan tetaplah bersama klien. Apabila
perawat menjumpai adanya reaksi, segera hentikan tranfusi, bilas selang
dengan normal saline, laporkan pada dokter dan beritahu bank darah)
23. Monitor tanda vital (ukur setiap 5 menit pada 15 menit pertama, selanjutnya disesuaikan dengan kebijakan lembaga)
24. Observasi klien untuk melihat adanya reaksi tranfusi
25. Pertahankan kecepatan infus yang diprogramkan dengan menggunakanpompa, jika perlu
26. Apabila tranfusi sudah selesai, bilas dengan normal saline
27. Bereskan alat, lepas sarung tangan
28. Cuci tangan
29. Kaji respon klien setelah tranfusi diberikan
30. Berikan reinforceament positif pada klien
31. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
32. Observasi timbulnya reaksi yang merugikan secara berkelanjutan
33. Catat pemberian darah atau produk darah yang diberikan dan respon klien terhadap terapi darah pada status kesehatan klien
34. Setelah tranfusi selesai, kembalikan kantong darah serta selang ke bank darah
Langganan:
Postingan (Atom)